Semenjak media sosial menjadi tren, semakin mudah bagi kita untuk berhubungan dengan orang lain, saling berbagi informasi serta berita tentang kegiatan kita sehri-hari. Ditambah lagi dengan ponsel pintar yang sekarang ikut menjadi tren dan semakin memudahkan kita untuk mengakses internet dan sosial media.
Selain saling bercengkrama dengan teman lewat
internet, sosial media juga membuat satu tren baru, yaitu selfie.
Sekarang ini banyak orang yang begitu “rajin” berselfie dan mengunggahnya ke
berbagai sosial media yang ia miliki. Bahkan ada orang-orang yang bisa mengunggah
lebih dari 5 foto selfienya dalam satu hari.
Tren selfie ini bukn hana terjadi
di dalam negeri, bahkan sampai ke mancanegara. Tapi dibalik itu, ada
kasus-kasus mengenai selfie ini yang akan membuat kita tidak
habis pikir. Salah satunya adalah Danny Bowman, seorang remaja berusia 19 tahun
yang nekat bunuh diri akibat selfie jelek. Danny merupakan
remaja yang sangat menggemari selfie. Dalam 10 jam, dia bisa
mengambil sampai dua ratus foto menggunakan kamera handphone miliknya.
Namun sayangnya, tidak ada hasil foto yang sesuai harapannya. Ketika melihat
hal itu, membuat Danny merasa frustasi, bahkan ia sampai dikeluarkan dari
sekolah karena terlalu sering membolos, kehilangan berat badan hingga tiga
belas kilogram, hingga pada akhirnya nekat bunuh diri. Untungnya, ibu Danny
sempat melihat dan mencegahnya bunuh diri, lalu membawanya ke psikiater.
Perilaku Danny dikenal dengan istilah narsisme.
Narsisme ini merupakan hal yang universal. Bahkan survei dari Pew Internet
& American Life Project menyatakan bahwa 54% pengguna internet memiliki
kebiasaan untuk mengunggah fotonya ke media sosial. hal ini merupakan indikasi
narsisme. lalu, apa itu narsisme sendiri?
Menurut Spencer A Rathus dan Jeffrey S Nevid dalam
bukunya, Abnormal Psychology (2000):
“Orang yang narcissistic atau narsistik memandang dirinya dengan cara yang berlebihan. Mereka senang sekali menyombongkan dirinya dan berharap orang lain memberikan pujian.
“Orang yang narcissistic atau narsistik memandang dirinya dengan cara yang berlebihan. Mereka senang sekali menyombongkan dirinya dan berharap orang lain memberikan pujian.
Orang-orang yang menilai “tinggi” dirinya sendiri,
bahkan melebih-lebihkan kemampuan riil mereka dan menganggap dirinya berbeda
dengan orang lain, serta pantas menerima perlakuan khusus, merupakan perilaku
yang sangat ekstrem. Individu dengan kelainan kepribadian narsistik menunjukkan
sebuah perasaan yang dilebih-lebihkan akan kepentingan pribadi, keasyikan
dengan menjadi yang dikagumi dan kurangnya empati tehadap perasaan orang lain
(Ronningstan, 1999; Widiger & Bornstein, 2001). Ini bahwa hal yang penting
dan dulu menggunakan standar diagnosa secara luas untuk mendiagnosa pasien
narsistik, grandiositi dinyatakan oleh kecenderungan yang kuat untuk menaksir
terlalu tinggi kemampuan mereka dan prestasi, sementara menaksir rendah
kemampuan dan prestasi orang lain. Perasaan mereka akan pemberian gelar atau
judul sering kali menjadi sebuah sumber keheranan terhadap orang lain, walaupun
diri mereka sendiri terlihat menghargai pengharapan berlebihan mereka sebagai
selalu apa yang mereka pantas dapatkan. Mereka berperilaku dalam cara-cara meniru
(sebagai contoh, dengan acuan diri yang konstan dan membual) untuk memperoleh
tuntutan dan pengakuan yang sangat mereka harapkan. Karena mereka percaya bahwa
mereka sangat spesial, mereka sering berpikir mereka hanya akan dimengerti
hanya dengan orang yang berstatus tinggi atau seharusnya berteman dengan
orang–orang yang seperti itu. Akhirnya, perasaan mereka akan pemberian gelar
atau judul juga duhubungkan dengan keengganan memaafkan orang lain karena
merasa diremehkan, dan mereka akan dengan mudah membalas dendam (Exline,
Baumeister, et al., 2004). Kebanyakan peneliti dan dokter percaya bahwa
orang-orang dengan kelainan kepribadian narsistik mempunyai perasaan akan harga
diri yang tidak stabil dan rapuh dibawah semua grandiositi mereka (Widiger &
Bornstein, 2001). Ini mungkin menjadi alasan mengapa mereka sering mengasyikan
diri dengan apa yang orang pikirkan dan mengapa mereka sangat asyik dengan
khayalan akan penghargaan yang mengagumkan. Kebutuhan mereka yang hebat akan
kekaguman mungkin membantu mengatur dan melindungi perasaan akan harga diri
mereka yang rapuh. Kepribadian narsistik berbagi ciri khusus yang lain dari
enggan atau tidak bisa menerima sudut pandang orang lain, untuk melihat lebih
dari apa yang mereka lihat dengan mata mereka sendiri. Selain itu, jika mereka
tidak menerima pengesahan atau bantuan dari apa yang mereka inginkan, mereka
cenderung menjadi sangat suka mengkritik dan menuntut pembalasan (Rasmussen,
2005). Memang, sebuah studi tentang murid laki-laki dengan tingkat ciri-ciri
narsistik yang tinggi menunjukkan bahwa mereka mempunyai kecenderungan yang
lebih kuat ke arah kekerasan seksual ketika mereka ditolak oleh target hasrat
seksual mereka ketimbang laki-laki dengan tingkat ciri-ciri narsistik yang
lebih rendah (Bushman et al., 2003). Dari 5 model faktor sudut pandang,
individu dengan kelainan kepribadian narsistik digolongkan menurut rendahnya
persetujuan/ tingginya antagonisme atau permusuhan (yang memasukan ciri-ciri
dari kesederhanaan, keangkuhan, dan keunggulan), rendahnya altruisme atau sifat
lebih mementingkan kepentingan orang lain (mengharapkan perawatan yang
menguntungkan dan memanfaatkan yang lain), dan berpikiran kuat (kurangnya
empati). Mereka juga menunjukan tingkat kecenderungan khayalan yang tinggi
(keterbukaan untuk mengalami) dan tingkat marah-permusuhan dan kesadaran diri
yang tinggi (Widiger, Trull, et al., 2002)
Gejala
- Membutuhkan pujian dan kekaguman berlebihan
- Mengambil keuntungan dari orang lain
- Merasa diri paling penting
- Enggan atau tidak bisa menerima sudut pandang orang lain
- Kurangnya empati
- Berbohong, pada diri sendiri dan orang lain
- Terobsesi dengan fantasi ketenaran, kekuasaan, atau kecantikan.
Gangguan Kepribadian Narsistik menurut Berbagai
Perspektif
- Psikososial
Psikodinamik.Para psikoanalis, termasuk Freud, menggunakan
istilah narcissistik untuk mendeskripsikan orang-orang yang menunjukkan bahwa
dirinya orang penting secara berlebih-lebihan dan yang terokupasi dengan
keinginan mendapatkan perhatian (Cooper dan Ronningstam, 1992). Dimana fase
yang dilalui semua anak sebelum menyalurkan cinta mereka dari diri mereka
sendiri kepada significant person, sehingga anak terfiksasi pada
fase narsistik. Akibat memiliki orangtua yang selalu menuruti anak dan
menanamkan rasa bangga atas kemampuan diri dan harga diri mereka, atau anak
tidak percaya terhadap pengasuh dan memutuskan bahwa mereka hanya dapat
bersandar pada diri sendiri.
Behaviorisik. Narsistik merupakan reaksi asumsi untuk menghadapi masalah-masalah self-worth yang tidak realistik sebagai hasil dari penurutan dan evaluai yang berlebihan dari orang-orang yang signifikan. Serta sebagai hasil dari unrealistic–overevaluation orangtua terhadap anak.
Behaviorisik. Narsistik merupakan reaksi asumsi untuk menghadapi masalah-masalah self-worth yang tidak realistik sebagai hasil dari penurutan dan evaluai yang berlebihan dari orang-orang yang signifikan. Serta sebagai hasil dari unrealistic–overevaluation orangtua terhadap anak.
2. Psikososial
Psikodinamik.Para psikoanalis, termasuk Freud, menggunakan
istilah narcissistik untuk mendeskripsikan orang-orang yang menunjukkan bahwa
dirinya orang penting secara berlebih-lebihan dan yang terokupasi dengan
keinginan mendapatkan perhatian (Cooper dan Ronningstam, 1992). Dimana fase
yang dilalui semua anak sebelum menyalurkan cinta mereka dari diri mereka
sendiri kepada significant person, sehingga anak terfiksasi pada
fase narsistik. Akibat memiliki orangtua yang selalu menuruti anak dan
menanamkan rasa bangga atas kemampuan diri dan harga diri mereka, atau anak
tidak percaya terhadap pengasuh dan memutuskan bahwa mereka hanya dapat
bersandar pada diri sendiri.
Behaviorisik. Narsistik merupakan reaksi asumsi untuk menghadapi masalah-masalah self-worth yang tidak realistik sebagai hasil dari penurutan dan evaluai yang berlebihan dari orang-orang yang signifikan. Serta sebagai hasil dari unrealistic–overevaluation orangtua terhadap anak.
Behaviorisik. Narsistik merupakan reaksi asumsi untuk menghadapi masalah-masalah self-worth yang tidak realistik sebagai hasil dari penurutan dan evaluai yang berlebihan dari orang-orang yang signifikan. Serta sebagai hasil dari unrealistic–overevaluation orangtua terhadap anak.
Narsis dan selfie ini mungkin
memang sudah menjadi gaya hidup dari sebagian pengguna media sosial. Namun hal
ini dapat berakibat buruk untuk diri sendiri dan orang lain. diantaranya:
- Foto yang diambil tanpa ijin. Foto yang kita unggah ke sosial media
sangat mungkin untuk diambil begitu saja oleh pihak-pihak tidak
bertanggung jawab dan digunakan untuk hal-hal negatif tanpa kita ketahui.
Jadi, penting untuk kita mengenal benar siapa saja teman-teman kita di
dunia maya untuk menghindari hal-hal seperti ini.
- Penculikan dan/atau pemerkosaan. Sekarang ini, sepertinya semakin
banyak perempuan yang berlomba-lomba untuk terlihat ‘seksi’ di foto selfie yang
mereka unggah ke media sosial. Padahal hal tersebut sangat berbahaya,
karena akan memancing para kriminal untuk melakukan hal-hal yang tidak
menyenangkan kepada perempuan-perempuan tersebut seperti penculikan atau
pemerkosaan.
- Mengabaikan/mengganggu tugas dan rutinitas. Selama selfie ini
dilakukan masih dalam taraf wajar, mungkin tidak ada masalah yang akan
ditimbulkan. Tapi bagaimana kalau aktifitas bernarsis ria yang dilakukan
sampai membuat kita mengabaikan atau mengganggu tugas/rutinitas kita? Tentu
hal ini akan membuat kita tidak dapat berfungsi sepenuhnya dan juga akan
membuat orang in memandang miring pada kita.
Itu merupakan beberapa pengaruh buruk dari
selfie/narsisme. Sesuatu apabila dilakukan dengan wajar akan memiliki manfaat.
Namun apabila dilakukan dengan berlebihan tidak akan membawa keuntungan apa-apa
bagi kita, malah akan merugikan. Berfoto lah kalau memang ingin berfoto, selama
itu tidak berlebihan, tidak melanggar batas norma, tidak menganggu kegiatan dan
tidak merugikan orang lain, tidak ada salahnya untuk berfoto.
Sumber : https://datbluegirl.wordpress.com/2015/11/18/selfie-negatifkah/
0 komentar:
Posting Komentar